Misgi Candra Dasa - Sejak
dahulu, membeli emas dianggap sebagai salah satu cara efektif untuk
melestarikan kekayaan. Bukan hanya karena kilaunya yang mempesona,
pertumbuhan nilainya pun menjadi alasan di balik perburuan emas yang
dilakukan oleh para pemilik modal. Oleh sebab pertumbuhannya yang
signifikan, emas hampir selalu menjadi prioritas investor dalam
berinvestasi. Selain itu, membeli emas pun kerap dijadikan ajang safe haven atau diversifikasi aset ketika pasar (market) sedang mengalami ketidakpastian (risk averse). Namun demikian, sebetulnya kapan sih waktu yang tepat untuk masuk ke pasar emas ?
Pada dasarnya, kapan pun kita memutuskan untuk membeli
emas itu tidaklah menjadi persoalan, dikarenakan jika mengacu pada
perkembangan yang ada, emas memiliki riwayat pergerakan (perkembangan
harga) yang mendukung sehingga probabilitas dan kecenderungannya untuk
terus bergerak naik sangatlah tinggi. Sebagai informasi, harga emas pada
tahun 1980 berkisar Rp20.000/gr, dan sekarang mencapai Rp500.000/gr.
Ini artinya, hanya dengan melakukan pengamatan kuantitatif pun kita
sudah bisa menilai bagaimana performa emas dari waktu ke waktu.
Akan tetapi, untuk mendapatkan harga yang ideal dari
emas yang akan dibeli, trader maupun investor tidak bisa mengesampingkan
kajian atau pengamatan pasar yang ada. Kajian atau pengamatan yang
lebih dikenal dengan analisa ini menjadi hal yang wajib dilakukan jika
investor ingin mendapatkan pendapatan yang optimal atau bahkan maksimal.
Bagaimana tidak, bahkan untuk mengetahui posisi yang ideal dan
melakukan aksi beli pun investor terlebih dahulu harus melihat chart pergerakan harga emas dan setelah itu menganalisanya.
Sedangkan untuk mengetahui kondisi makro yang mungkin terjadi pada
pasar emas itu sendiri, investor pun harus terus mengikuti perkembangan
fundamental dari segala bidang yang mungkin saja mempengaruhi—baik
secara langsung maupun tidak—pergerakan harga emas.
OUTLOOK EMAS
Sejak penutupan tahun 2011 hingga tulisan ini dibuat,
harga emas telah mencatatkan penguatan sebesar 98 pips menjadi $1.642
per troy ons atau menguat sebesar 6,3%. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
emas masih menjadi pilihan para pelaku pasar global dalam melakukan
investasi. Terlebih jika melihat pergerakan emas yang mampu rally
dari level penutupan tahun 2011 (di kisaran $1.544,20 per troy ons)
hingga mencapai level $1.783 per troy ons, yang mana level tersebut
merupakan level harga tertinggi yang pernah dicapai selama kuartal
pertama 2012.
Mengutip data selaras dari World Gold Council
(WGC), dalam laporannya dijelaskan bahwa permintaan emas sepanjang tahun
2011 mengalami peningkatan 0,4% (YoY) dengan volume total melebihi
4.067 ton. Tingkat permintaan tersebut sekaligus tercatat sebagai
tingkat permintaan tertinggi sejak tahun 1997, yang berarti pula
permintaan akan emas masih berada di teritori positif alias trend naik.
Sebagai tambahan, dari peningkatan permintaan yang terjadi tersebut,
presentase peningkatan terbesar datang dari permintaan emas batangan dan
koin yang memberi kontribusi hingga 24% dibanding tahun sebelumnya
menjadi 1.486,7 ton. Lalu, WGC pun mencatat peningkatan permintaan emas
untuk keperluan investasi sebesar 5% dari tahun sebelumnya menjadi
1.640,7 ton.
Data lain yang juga mendukung adalah laporan WGC tentang
penurunan tingkat pasokan emas sebesar 4% menjadi 3.994 ton di tahun
2011. Lalu kenaikan pun terlihat pada tingkat produksi emas dari
pertambangan, yaitu sebesar 4% dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk
tingkat suplai (supply) emas mengalami penurunan 2% hingga
menjadi 1.612 ton. Jika kita kaitkan keadaan seperti ini dengan teori
ekonomi (suplai turun dan permintaan naik), selazimnya emas akan
mengalami kenaikan harga.
Aksi yang dilakukan sejumlah bank sentral beberapa
negara juga sepertinya akan menopang peningkatan harga emas di masa
mendatang. Federal Reserve (The Fed) misalnya, bank
sentral AS ini secara resmi mengumumkan akan mempertahankan tingkat
bunga rendah hingga akhir 2014 serta membuka peluang untuk berbagai
langkah pelonggaran kuantitatif ketiga. Diikuti European Central Bank (ECB) yang juga melakukan pelonggaran likuiditas dan berencana memangkas tingkat suku bunga bank (interest rate) kawasan tersebut. Selain itu, langkah yang sama pun diambil oleh Bank of England
(BoE) yang melakukan pelonggaran likuiditas perbankan serta melakukan
penambahan nilai aset hingga mencapai 50 miliar poundsterling.
Langkah-langkah yang diambil beberapa bank sentral tersebut identik
dengan melimpahnya dana dengan biaya murah, yang tentunya akan
dimanfaatkan oleh para pelaku pasar global untuk membeli atau
berinvestasi pada instrumen yang mampu memberikan imbal hasil tinggi
seperti emas.
Namun di balik itu semua, nampaknya emas pun tidak serta
merta terbebas dari pengaruh krisis yang melanda kawasan eropa
belakangan ini. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang disebabkan
krisis tersebut sedikit banyak menahan laju pertumbuhan emas. Hal ini
bisa dilihat dari pergerakan emas yang hanya terkonsolidasi di kisaran
sempit ($1.630 – $1.700an) dalam kurun waktu yang cukup lama.
Bila dilihat dari sisi fundamental dan psikologisnya,
krisis yang melanda zona eropa sudah tentu akan membuat pelaku pasar
global pesimis terhadap perekonomian kawasan itu. Krisis yang diawali
dengan memburuknya perekonomian Irlandia, kemudian disusul Yunani,
Portugal, Italia, bahkan Spanyol ini akan melemahkan daya ekonomi
masing-masing negara yang berujung pada melemahnya daya beli Eropa
sebagai kawasan yang menaungi beberapa negara anggota termasuk
negara-negara yang tadi disebutkan. Pelemahan ekonomi seperti ini
seringkali dipicu oleh pelemahan nilai tukar mata uang yang disebabkan
arus modal / dana yang seharusnya masuk untuk menopang pertumbuhan
ekonomi justru “lari” keluar dan menjauh karena aksi menghindari resiko (risk avoid) oleh investor.
Timbul pertanyaan, kemana selanjutnya dana tersebut?
Seperti yang sudah-sudah—dan masih kaitannya dengan faktor psikologis,
investor akan mengalihkan dananya ke negara yang dinilainya memiliki
kondisi perekonomian yang lebih stabil. Tujuannya tak lain dan tak bukan
adalah untuk mengamankan aset mereka dari keterpurukan suatu negara
atau kawasan yang dilanda krisis.
Dalam kasus ini, investor nampaknya lebih senang untuk
melirik Amerika Serikat (AS) dan dolarnya sebagai safe haven ketimbang
emas. Alasannya adalah perilisan data-data ekonomi AS yang terus
mengarah ke arah yang positif belakangan ini, seperti penurunan tingkat
pengangguran, data ketenagakerjaan dan iklim bisnis yang membaik, dll.
Wajar saja jika hal ini kemudian membuat laju pertumbuhan emas sedikit
meredup, karena pada dasarnya emas dan dolar memiliki korelasi negatif
satu sama lainnya.
Namun demikian, AS pun sebetulnya masih belum terlepas
dari beberapa masalah yang melanda negeri adi daya tersebut. Seperti isu
hutang misalnya. Hutang AS yang mencapai 95% dari total PDB-nya
hampir—bahkan—dipastikan mustahil untuk terbayarkan, kecuali negara
tersebut mengalami mati suri alias tidak melakukan kegiatan ekonomi
apapun selama satu tahun. Isu lain yang berpotensi mengganggu stabilitas
perekonomian AS yakni ketegangan politik di Timur Tengah. Konflik
antara AS dan Iran menjadi contoh empiris dalam hal ini. Ketegangan yang
ada belakangan terbukti dapat membuat harga minyak melonjak. Jika
isu-isu ini kembali mencuat, dapat dipastikan investor akan sesegera
mungkin menyelamatkan dana mereka ke instrumen yang dapat tetap
memberikan kontribusi profit di tengah ketidakpastian pasar yang
terjadi, seperti emas.
STUDI TEKNIKAL EMAS
Jika mengacu pada chart, pergerakan emas secara jelas masih didominasi trend bullish (up-trend) dan sama sekali tidak menemui perlawanan yang berarti dari trend bearish (down trend).
Meredupnya emas dinilai wajar dan hanya sebagai korektif sehat sebagai
bentuk dari dinamika pasar yang sebenarnya. Gambar 1. menunjukkan
kondisi aktual yang terjadi pada pergerakan harga emas.
Berdasarkan analisa grafik di atas, pergerakan harga
emas memiliki kecenderungan untuk terus bergerak naik yang sangat
tinggi. Hal ini dapat kita lihat dari tertahannya harga yang berulang
kali ketika menyentuh atau mendekati garis putih yang dikenal sebagai
garis trend (trendline). Sebagaimana yang diketahui, trendline
selain untuk menunjukkan kecenderungan pergerakan harga, ia pun dapat
menjadi batas tahanan yang sangat penting untuk kelanjutan pergerakan
harga selanjutnya.
Melihat kondisi teknikal yang seperti ini, rasanya emas
memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk terus bergerak naik dalam
beberapa minggu ke depan. Penurunan yang terjadi belakangan ini bisa
kita jadikan momentum untuk mulai masuk secara perlahan ke pasar.
Batasan-batasan yang ada pun bisa kita jadikan sebagai pemandu dan
penentu langkah yang selanjutnya akan diambil.
Dalam hal ini, emas yang bertengger di level $1642 per
troy ons memiliki potensi untuk bergerak naik dan turun yang sama kuat.
Pergerakan turun akan membawa emas pada trendline sebagai level tahanan
terdekat. Jika trendline tertembus maka emas akan menguji level $1564
per troy ons sebagai penahan bawah atau dikenal sebagai support.
Namun jika ternyata emas kembali tertahan trendline, potensi untuk
memantul hingga level $1758 per troy ons sangatlah besar, walaupun dalam
perjalanannya mungkin akan diwarnai fluktuasi. Level $1758 disebut
sebagai level ‘penahan atas’ atau resistance, yang jika
tertembus emas akan menuju target selanjutnya di level $1800 per troy
ons. Selanjutnya jika level $1800 pun berhasil ditembus, yang akan
menjadi target pergerakan emas selanjutnya adalah level $1881, yang
merupakan level penutupan tertinggi yang pernah dicatat emas dalam
sejarah.
0 komentar:
Posting Komentar
Anda boleh Kopi Paste. asal sertakan link back ke blog ini Makasih
ANDA WAJIB KOMENTAR :D !!
jika anda Tidak Punya Akun Apapun,, Anda Bisa Menggunakan ANONYMOUS